Kasus Pencurian Menggunakan Akun Ojek Online
Beberapa waktu yang lalu, media sosial Twitter diramaikan oleh unggahan dari seorang pelanggan yang mengaku telah menjadi korban pencurian dari driver ojek online (ojol) Grab. Dalam rangkaian cuitan yang diunggah, pemilik akun bernama Juke (@kohjuk) mengaku bahwa laptop yang telah ia beli dari marketplace Tokopedia ternyata dibawa kabur oleh driver Grab yang seharusnya mengantarkan paket tersebut ke alamatnya.
Juke kemudian memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk mencari sang pelaku, mitra Grab yang bernama Muhammad Luckas. Namun, ada yang menarik dari peristiwa ini. Berkat unggahannya di Twitter, Juke akhirnya mengetahui bahwa pelaku sebenarnya yang membawa lari laptop pembeliannya bukan bernama Muhammad Luckas, melainkan orang lain yang telah membeli akun Grab dari mitra tersebut. (sumber: Wartakota Tribunnews)
Dari peristiwa ini, kita dapat melihat bahwa kejahatan atau tindak kriminal kembali terjadi karena memanfaatkan data pribadi seseorang. Terlepas dari siapa yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini, tentu kita sepakat bahwa menjaga data pribadi merupakan prioritas utama yang harus selalu kita perhatikan, terutama di era yang serba menggunakan teknologi saat ini.
Dilansir dari laman Cloudeka, ada beberapa bentuk kejahatan siber yang paling umum terjadi, diantaranya:
1. Pemalsuan identitas. Kejahatan siber ini termasuk yang paling sering terjadi. Para pelaku biasanya mengambil data berupa foto, nama lengkap, nomor kontak, dan informasi lainnya yang bisa dikumpulkan dari berbagai media sosial atau internet pada umumnya. Data- data tersebut kemudian digunakan untuk melakukan penipuan online, pencucian uang, atau kejahatan lainnya.
2. Phising. Beberapa bulan belakangan juga sering ditemukan kejahatan phising dengan berbagai modus, mulai dari undangan pernikahan palsu, review produk, hingga promo mengatasnamakan bank tertentu. Kejahatan ini dilakukan dengan mencuri informasi atau data sensitif seseorang melalui pesan atau tautan (link) palsu yang terlihat kredibel.
3. Cracking. Kejahatan siber ini dilakukan dengan meretas sistem keamanan komputer, jaringan, atau software. Pelaku cracking mencuri data dan memanipulasi data- data tersebut untuk tujuan ilegal atau kriminalitas. Biasanya mereka mengincar perusahaan atau organisasi yang menghimpun data pelanggan atau masyarakat.
4. Serangan Malware. Malware adalah program, perangkat lunak, atau file yang dapat mengganggu keamanan komputer Anda. Peretas memasang perangkat lunak ini untuk meretas komputer target dan mencuri datanya. Malware berasal dari mana saja, termasuk situs web yang tidak menggunakan sertifikat SSL/TLS.
Bahaya Menjual Akun Media Sosial atau Ojek Online
Muhammad Luckas yang “asli”, pemilik akun Grab sebelum dijual, tentu menjadi yang paling dirugikan dari kasus di atas. Meskipun pada akhirnya ia bisa membuktikan bahwa pelakunya adalah orang lain yang telah membeli akun Grabnya, namun Muhammad Luckas tetap tidak bisa menghindar dari kejaran polisi maupun sesama pengemudi ojek online lainnya.
Aktivitas jual – beli akun media sosial, e-Commerce, hingga ojek online, termasuk Grab ini sudah menjadi rahasia umum. Hasil penelusuran Google dengan mudah menunjukkan platform mana saja yang menyediakan jasa jual – beli seperti ini. Sungguh sangat disayangkan dan sangat perlu untuk diwaspadai.
Oleh karena itu, berikut kami rangkum dari berbagai sumber beberapa dampak yang akan timbul jika kamu menjual akun media sosial atau akun lainnya secara sembarangan di internet:
1. Password email dan semua media sosial bisa terbongkar. Jika kita menjual satu akun media sosial saja, itu sudah bisa menjadi pembuka untuk mengetahui password akun lainnya, seperti email, dompet digital, hingga rekening bank. Apalagi kebanyakan orang Indonesia masih menggunakan tanggal lahir sebagai password, tentu akan sangat mudah untuk dibobol.
2. Rentan disalahgunakan. Kasus pencurian laptop di atas bukanlah yang pertama terjadi. Jika dilihat sangat mungkin bagi seseorang untuk berbuat kriminal setelah mengetahui data lengkap milik orang lain. Apalagi jika memang sudah dijual oleh pemilik data itu sendiri. Orang- orang yang tidak bertanggung jawab akan dengan mudah berlindung dibalik nama dan identitas pemilik aslinya, sehingga kejahatannya akan lebih sulit untuk dilacak.
3. Profiling untuk target politik atau iklan di media sosial. Data- data yang diambil dapat digunakan untuk rekayasa sosial atau profiling (membuat profil pengguna). Jika dikumpulkan akan menjadi sebuah data besar dan dapat dimanfaatkan untuk sosialisasi politik ataupun target iklan merek tertentu. Data- data tersebut dapat dianalisis berdasarkan demografi seperti lokasi, hobi, umur, hingga pendapatan. Tentu akan sangat menguntungkan bagi suatu merek atau kelompok tertentu.
4. Melanggar hukum. Menjual dan membeli akun media sosial atau ojek online merupakan tindakan ilegal yang jelas dilarang hukum. Masing- masing penyedia layanan tersebut juga sudah menetapkan sanksi kepada pelanggar, seperti penghentian sementara (suspend) atau putus hubungan kemitraan. Bahkan, jika terbukti pengguna atau pemilik memperjualbelikan akun mereka untuk tindak pidana, maka mereka juga dapat dijerat pasal sesuai tindak pidana yang telah dilakukan.
Kesimpulan
Apapun alasan yang mendorongnya, kita tetap tidak dianjurkan untuk membagikan data pribadi dalam bentuk apapun, apalagi hingga menjualnya di internet. Bukan hanya akan merugikan diri sendiri, tetapi juga orang lain yang tidak bersalah. Dengan melindungi data pribadi, kita akan ikut mengurangi potensi tindak kejahatan siber, sehingga keamanan dan keselamatan akan lebih terjaga.
Sumber Referensi:
1. Cloudeka.id. 22/5/23. Ketahui 14 Jenis-Jenis Cyber Crime yang Harus Diwaspadai!. Diakses pada 25/7/23. https://www.cloudeka.id/id/berita/web-sec/jenis-jenis-cyber-crime/
2. Money+. 4/6/21. Jangan Asal Kasih Data Pribadi, Ini Deretan Bahayanya!. Diakses pada 26/7/23. https://blog.amartha.com/jangan-asal-kasih-data-pribadi-ini-deretan-bahayanya/
Penulis: (S)
0 Comments