Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Save Lives or Save Money

Published by Trust Consultant on

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan perlindungan yang wajib diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya. Sebagaimana disebutkan dalam Konvensi Keselamatan Kerja pada tahun 1981 yang diprakarsai oleh ILO di Genewa Swis, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja berlaku untuk pekerja di semua cabang kegiatan ekonomi. Di Indonesia, bentuk perlindungan terhadap keselamatan kerja tertuang dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja dan selanjutnya dijadikan dasar dalam menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). SMK3 wajib diterapkan apabila perusahaan telah memenuhi persyaratan; mempekerjakan lebih dari 100 orang karyawan atau memiliki tingkat risiko bahaya tinggi.

Dalam menerapkan SMK3 terdapat berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, baik persyaratan hukum, perijinan, sarana prasarana dan parameter fisika, kimia serta biologis. Untuk memenuhi semua persyaratan tersebut seacara lengkap, perusahaan harus mengeluarakan investasi dalam jumlah tertentu sesuai dengan besarnya skala perusahaan. Masih banyak perusahaan yang menganggap pengeluaran untuk anggaran SMK3 sebagai beban atau cost dan belum menyadari bahwa hal tersebut sebagai sebuah investasi. Bagaimanakah dengan perusahaan anda?

Mari kita ulas mulai dari kondisi perusahaan tanpa menerpakan SMK3 dan dengan menerpakan SMK3 secara perspektif finansial. Pembahasan ini akan mendeskripsikan dampak atas terjadinya insiden kecelakaan serta dampak lanjutannya. Sebagai contoh kita gunakan kondisi kecelakaan yang berakibat fatal. Pada saat terjadinya insiden kecelakaan, otomatis proses akan berhenti sementara waktu, korban dilarikan ke klinik atau rumah sakit. Masih beruntung apabila perusahaan menjaminkan pekerjanya dengan BPJS Ketenagaan, bila tidak maka akan menjadi tanggungan penuh perusahaan. Dampak terhadap bahan baku, adanya kecelakaan dapat menyebabkan bahan baku menjadi cacat. Maka perusahaan harus menggunakan sumber dayanya untuk membersihkan atau melakukan repair bila memungkinkan, bila tidak maka bahan baku menjadi reject. Dampak pada mesin, mesin akan dihentikan operasionalnya karena adanya insiden dan harus dilakukan maintenance dan pengecekan ulang serta dibersihkan dari bekas kecelakaan. Secara otomatis dampak berhentinya mesin untuk sementara waktu akan berpengaruh terhadap leadtime proses produksi dan on time delivery. Perusahaan masih beruntung apabila memiliki beberapa line, apa jadinya bila hal ini terjadi pada industri yang beroperasi dengan single line? Dampak terhadap tenaga kerja, sebagaimana disebutkan diatas bahwa pertolongan medis korban kecelakaan kerja menjadi tanggungan perusahaan atau dicover BPJS. Tidak hanya selesai sampai disini, dalam UU nomor 13 tahun 2003 Pasal 153 ayat 1 huruf J mengatakan bahwa pengusaha dilarang melakukan PHK apabila pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. Dalam hal ini pekerja akan tetap diberikan haknya (upah) selama dia tidak bekerja. Hal ini juga masih beruntung karena masih menjadi coverage BPJS Ketenagaan, bila tidak? Apabila pekerja cacat permanen atau tidak dapat melakukan pekerjaanya lagi sampai dengan batas waktu 12 bulan maka dapat memberlakukan pasal 172 UU Ketenagakerjaan yaitu memutus hubungan kerja dengan memberikan pesangon yang perhitungannya telah ditentukan dalam pasal 156 ayat 2, 3 dan 4 dalam undang-undang tersebut.

Diskripsi insiden pada alinia diatas baru sebatas insiden kecelakaan kerja yang menimpa satu atau beberapa orang pekerja. Dapat dibayangkan sedemikian panjang bila kita uraikan dan kita dapat memperoleh gambaran berapa kerugian yang diderita perusahaan. Bagaiamana bila insiden kecelakaan terjadi yang disebabkan oleh kondisi darurat? Kita ambil contoh insiden kebakaran. Bisa dibayangkan bagaimana perusahaan tanpa SMK3 bila terjadi kebakaran, tidak ada petunjuk evakuasi dan tidak pernah ada simulasi. Pekerja akan panik, lari berhamburan mencari jalan keluar menyelamatkan diri, ada alat pemadampun tidak tahu cara memakainya sehingga api terlanjur menyebar dan ada kemungkinan masih terdapat pekerja yang terkepung api hingga tewas. Bisa dibayangkan berapa besar kerugian yang diderita perusahaan belum lagi masalah hukum yang masih harus dihadapi. Dengan berbagai visualisasi diatas maka kita akan menyadari mengapa perusahaan apabila telah memenuhi persyaratan dalam PP 50 Tahun 2012 wajib untuk menerapkan SMK3. Dalam SMK3 terdapat tindakan-tindakan preventif mulai dari identifikasi potensi bahaya dan risiko K3 serta kemungkinan kondisi darurat yang dapat terjadi, sehingga secara sistematis diarahkan untuk menetapkan dan mengimplementasikan berbagai langkah yang bertujuan untuk menekan tingkat kecelakaan kerja serta senantiasa tanggap terhadap kondisi darurat. Adapun berbagai pengadaan infrastruktur, kompetensi, pengukuran dan legal terkait implementasi SMK3 merupakan sebuah investasi untuk menjamin keselamatan pekerja serta keselamatan perusahaan. Bila kita kembalikan ke perspektif finansial, maka salah satu tujuan diwajibkannya SMK3 adalah untuk menghindarkan perusahaan dari kerugan finansial yang besar akibat insiden kecelakaan kerja dan kejadian darurat. Jadi SMK3 save lives or seve money? Dua-duanya. (Penulis: (Bens)

 

 

Daftar untuk download artikel



    0 Comments

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *